Selasa, 14 Juli 2009

sms

semalem sms-an gitu ma gema,, gini nih dialognya:

tika : kangen
gema : kangen sm sp yunda?
tika : kangen sm kom yg sblm ni
gema : mmg gmn kom yg sblm ni?
tika : y gt deh..
gema : jd bnging..
tika : gw jg bingung ngadepin kader2 yg curhat ma gw ngerasa kurang nyaman lg d kom
gema : mmg seperti ap nyamanny komsrt?hrs ad ac ny ap hrs ad hotspotny?atau it hny
sbuah apriori krn mrka pd dsrny sdh tdk mw lg braktfsd kom?
tika : bukan dari segi fasilitas lah!!
gema : jd dri segi ap yunda?trkdng dlm hal menilai sesuatu ataupun mengkrtk qt psti
mmbwa nli2 ideal,tp ktka diajk untk mwjdkn nli2 it,qt trkdng rgu apkh it akn
brhsl.
tika : udh lah,udh males gw. ga bermaksud nambahin beban fikiran lo sbg ketum,tp gw
fikir gw bs sharing. trnyta gw salah.
gema : bkn gt yunda qu.,untk sharing sy jg hrs tw ap yg mnjdi kluhan kader trkait
dgn knyamanan it.,jd nymanny sprti ap kom it?
gema : ko ga dblz yunda?trima ksh y yunda.,semangat..yakusa didadaku.

males banget ngelanjutin sms!! biarlah gw pake cara gw sendiri aja,,

Jumat, 10 Juli 2009

data polling 13juli2009

Kenapa Banyak Pemilih Mencontreng Nomor 2?
July 11, 2009 by pemiluindonesia.com
SBY - Boediono
Hasil penghitungan cepat sejumlah lembaga survei menempatkan pasangan SBY-Boediono sebagai pemenang Pemilu Presiden 2009. Menurut versi hitung cepat, pasangan ini menangguk suara mayoritas sekitar 60 persen. Ada apa di balik kemenangan SBY-Boediono? Apa yang ada di benak para pemilih sehingga mereka lebih banyak mencontreng pasangan ini?

Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Elektabilitas mendapatkan, 66,2 persen responden memilih SBY-Boediono karena mereka merasa selama lima tahun masa pemerintahan SBY kondisi keuangan mereka menjadi lebih baik.
“Masyarakat yang merasa kondisi ekonominya sama saja juga memilih SBY-Boediono. Sedangkan mereka yang kondisi keuangannya lebih buruk beralih memilih Megawati-Prabowo,” ungkap Kepala Divisi Penelitian LP3ES Fajar Nursahid, di Kantor LP3ES, Jakarta, Kamis (9/7), saat menyampaikan hasil exit poll dalam pilpres Rabu kemarin.
Exit poll dilakukan melalui wawancara tatap muka di luar TPS, sesaat setelah responden selesai melakukan pencontrengan. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 7.423 orang yang tersebar di 33 provinsi. Margin error exit poll sebesar 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Selanjutnya, selain soal ekonomi, figur SBY juga merupakan daya tarik. Sebanyak 27 persen masyarakat memilih pasangan SBY-Boediono karena mereka beranggapan kedua orang ini berwibawa dan bijaksana.
Selain itu, SBY-Boediono juga dianggap mempunyai pengalaman dalam urusan birokrasi. Sebanyak 20 persen pemilih menjatuhkan pilihannya karena alasan ini. “JK juga incumbent, tapi hanya 13 persen pemilih yang memilihnya dengan alasan berpengalaman dalam birokrasi,” terang Fajar.
Lebih lanjut, diungkapkan, sebanyak 16,5 persen masyarakat memilih SBY-Boediono dengan alasan pasangan ini jujur. Sementara, 6,6 persen memilih karena menganggap SBY-Boediono sebagai pasangan yang merakyat.
Sumber : indonesiamemilih


Kenapa SBY menang di Perth ?
Perth, Australia – Suasana pemilihan presiden (Pilpres) di luar negeri tidak jauh berbeda semaraknya dengan suasana di tanah air. Semisalnya di Perth. Sebanyak 946 pemilih telah melaksanakan hak pilihnya dalam Pilpres yang mengambil tempat di Konsulat Jendral RI di Perth kemarin. Hasil yang didapat, tidak juga jauh berbeda dengan keadaan di tanah air. Sebanyak 722 orang memilih pasangan sby-boediono, 101 Mega-Pro, dan 85 memilih JK-Wir.
Meskipun sudah mendapat bimbingan teknis termasuk cara untuk mencontreng, namun tetap saja didapati sebanyak 38 kertas suara (4%) yang tidak sah. Dari diskusi dengan para pemilih SBY, didapat alasan pasangan Capres SBY-Boediono disukai karena tidak mengintervensi kerja KPK, begitu juga pendukung Budiono berasal dari kalangan mahasiswa pasca sarjana yang adalah dosen dari UGM tempat asalnya Cawapres Boediono. Namun ada juga yang memilih SBY karena salah satu putranya pernah sekolah di Perth.

Yudhoyono Unggul Dalam Artikulasi
June 19, 2009 by pemiluindonesia.com
Syamsudin Harris
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, menilai calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan kemampuan artikulasi paling baik dibanding dua calon lain. Menurut dia, calon terlemah dalam hal artikulasi adalah Megawati Soekarnoputri.

“Secara umum, memang Yudhoyono paling unggul dan Megawati paling lemah,” kata Syamsuddin usai diskusi debat calon presiden di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Kamis (18/6).
Menurut Syamsuddin, Jusuf Kalla punya keunggulan artikulasi tersendiri dalam debat tersebut. Kalla, kata dia, unggul dalam kejutan dan spontanitas.
Jika dimintai menilai, kata Syamsuddin, Megawati mendapat nilai 2, Yudhoyono mendapat nilai 4, dan Kalla mendapat nilai 3. Sistem penilaian itu dengan angka satu sampai lima. Makin rendah poin, maka kelemahan calon makin besar.
Meski demikian, Syamsuddin menilai para calon tetap sama secara umum. Para calon, kata dia, cenderung hanya berwacana dan memiliki visi yang sama.

KEMENANGAN SBY
Friday, 10 July 2009 13:19
Oleh: CECEP DARMAWANPencontrengan berlangsung aman dan damai. Data hasil penghitungan cepat (quick count) berbagai lembaga survei menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mengungguli dua rival lainnya. Bahkan rata-rata perolehannya di atas 60 persen suara. Sebaran suaranya pun lebih dari 20 persen dari hampir sebagian besar provinsi di Indonesia. Meski belum secara resmi melalui penghitungan KPU yang akan diumumkan tiga minggu lagi, kemenangan versi penghitungan cepat ini, sudah mengisyaratkan kemungkinan pilpres satu putaran saja. Terdongkraknya perolehan suara SBY selain karena faktor figur, gaya komunikasi politik, pencitraan media, dukungan dana parpol, juga tak lepas dari "kemakluman" publik terhadap kelemahan yang ada pada diri SBY sebagai pemimpin yang menghadapi masa-masa sulit.Dari rekam politik bangsa ini, SBY tercatat bukan hanya presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat, tetapi juga merupakan presiden menjabat (incumbent) yang pertama yang terpilih kembali. Kelebihan SBY tidak hanya presiden terpilih langsung pertama, tetapi sekarang juga merupakan presiden menjabat yang pertama terpilih kembali. Pasangan SBY-Boediono ini, bersama Partai Demokrat mendapat dukungan suara dari 23 partai politik (parpol) pengusung. Sementara itu, dalam hitungan kursi, dukungan SBY-Boediono sekitar 56 persen kursi DPR RI atau 314 kursi legislatif.Terhadap kemenangan versi quick count, SBY pun berpidato menyampaikan terima kasih kepada rakyat. Prabowo masih meragukan hasil quick count. Sementara Jusuf Kalla menyambutnya dengan sikap santai seraya mengatakan. "Saya sudah siap pulang kampung". SBY melalui lirik lagu "SBY presidenku" terasa menjadi nada politik di telinga publik. Publik pun terpesona dengan kesantunan SBY menjawab berbagai pertanyaan panelis dalam berbagai acara debat capres. Kesantuan, kewibawaan, kharisma, dan juga kekaleman itulah yang meluluhkan hati nurani publik, jatuh cinta secara politik kepada SBY.Sosok SBY yang jenderal cendekia ini dilahirkan 60 tahun yang lalu di Pacitan, Jawa Timur. Sejak awal pemerintahannya, berbagai musibah mulai dari tsunami di Aceh sampai jatuhnya pesawat-pesawat TNI di akhir masa jabatannya, tidak menggoyahkan publik untuk tetap memilih SBY. Barangkali saja, program BLT dan tiga kali menurunkan harga BBM lebih menarik preferensi publik kepada SBY. Sebab, BLT dan penurunan BBM merupakan kebijakan populis yang langsung dirasakan mayoritas masyarakat menengah ke bawah.Di tengah hegemoni politik parpol, SBY malah memilih ekonom, Profesor Boediono, sebagai calon wakil presidennya. Ia seorang akademik tulen nonpartai. Reaksi penolakan berbagai elemen masyarakat pun meluas. Awalnya publik curiga terhadap Boediono yang berhaluan neoliberalisme. Meskipun akhirnya isu itu lambat laun menghilang bersamaan dengan berbagai kontra isu yang dilontarkan SBY-Boediono dan tim suksesnya.Pengamat politik LIPI Syamsudin Haris menilai, SBY terpilih karena figurnya yang tampan, gagah, karena dia purnawirawan TNI. Menurut dia, sosok SBY mengingatkan masyarakat pada figur almarhum mantan Presiden Soeharto, sehingga ada kesan masyarakat masih rindu dan itu ada pada diri capres SBY, yang masih menjabat sebagai Presiden RI 2004-2009. Meski menurut Syamsuddin, selain Soekarno dan Soeharto, bangsa ini belum lagi menghasilkan sosok pemimpin bangsa yang sebenarnya.Slogan politik "Lanjutkan" lebih menarik daripada slogan politik "Lebih Cepat Lebih Baik" maupun "Prorakyat". Dengan slogan itu pula, acap masyarakat merasa program BLT dan penurunan BBM ingin diteruskan sebagai program yang dirasakan langsung menyangkut kebutuhan nyata. Rakyat kita memang masih sangat pragmatis menyangkut persoalan kebutuhan dasar hidupnya. Ekonomi masyarakat semakin hari semakin sulit. Biaya hidup semakin mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat marginal. Justru dengan menghilangkan minyak tanah, meski bertujuan baik, dipersepsi masyarakat sebagai kebijakan yang memberatkan. Anehnya masyarakat malah tidak mempersonifikasi persoalan kelangkaan BBM khususnya minyak tanah kepada SBY, tetapi kepada JK.Persoalan yang harus segera diagendakan oleh presiden terpilih nanti, di antaranya perbaikan ekonomi khususnya menyangkut pengentasan masyarakat miskin dan penciptaaan lapangan pekerjaan. Di bidang pendidikan, agar dilanjutkan komitmen kesejahteraan pendidik dengan meningkatkan kualitas pendidikan berbagai strata. Sekolah gratis tidak hanya di SD tetapi sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Di bidang pertahanan, perhatian alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, dan kesejahteraan prajurit harus diprioritaskan. Selain itu, wilayah-wilayah perbatasan yang berkenaan kedaulatan bangsa harus diperkuat.Tak kalah pentingnya, SBY mesti cermat mengangkat para menterinya. Jangan ada lagi kesan bongkar pasang kabinet di tengah jalan. Jangan pula ragu mengangkat pembantunya ini hanya karena desakan dan tekanan kekuatan partai di parlemen. Dengan sistem presidensial seperti diamanahkan UUD 1945, presiden sangat kuat dan memiliki hak prerogatif untuk memilih para menterinya. Pilihlah menteri-menteri yang memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi, dan profesional sekaligus. Soal berasal dari parpol atau nonparpol, bukanlah masalah. Hal yang terpenting, adalah kapabilitas, kapasitas, dan kredibilitasnya. Tentu persoalan kebhinnekatunggalikaan harus pula menjadi pertimbangan. Berbagai keragaman etnis dan juga kombinasi Jawa dan luar Jawa perlu menjadi bahan pemikiran tersendiri.Jauhi para pembisik yang justru kontraproduktif dengan visi presiden. Para broker politik selayaknya dijauhkan dari istana. Sebab, acap kali para broker politik tersebut justru membangun hegemoni yang tidak sehat bagi kehidupan bangsa. Saatnya SBY bisa tegas. Kita yakin, bersama rakyat, SBY dapat melanjutkan program-programnya yang prorakyat dengan lebih cepat lebih baik. Selamat buat SBY-Boediono. Awali langkah dengan basmalah, semoga bangsa ini semakin maju, mandiri, dan sejahtera. Penulis: dosen ilmu politik dan anggota Senat Akademik Universitas Pendidikan Indonesia Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Jum'at 10 Juli 2009



Aura Kemenangan SBY Mulai Meredup

Oleh arasydimas - 9 Juni 2009 - Dibaca 2014 Kali -
Dalam waktu seminggu, tiga lembaga survei mengeluarkan hasil survei mengenai elektabilitas calon presiden. Muncul tiga variasi hasil survei yang seolah saling menjawab satu sama lain.
Lembaga Survei Indonesia mengumumkan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mendapat 70 persen, Lembaga Riset Informasi menyatakan SBY-Boediono mendapat 33 persen dan belakangan muncul Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang menyatakan SBY-Boediono mendapat 54 persen.
Meski beda metodologi, namun perbedaan mencolok ketiga lembaga survei ini membuat tudingan pengumuman hasil survei ini ditujukan untuk membentuk opini merebak. Pengumuman hasil survei dinilai menimbulkan efek bandwagon atau efek yang membuat orang mengikuti apa yang dipercaya sebagai “yang menang.”
Dari hasil pemaparan di atas, baik LSI maupun LP3ES menempatkan pasangan JK-Wiranto dan Mega-Pro hanya mendapat suara dibawah 10 %. Hasil ini memang dapat dikatakan sangat aneh bin ajaib, LSI malah mengaku dibiayai oleh The Fox (konsultan SBY), sedangkan LP3ES mengaku hanya menggunakan biaya sendiri tanpa sponsor. Sepertinya ke dua lembaga survey ini sudah di setting sedemikian rupa, bahwa apa yang dilakukan oleh The Fox membiayai survey itu hasilnya tidak jauh berbeda dengan lembaga survey lain yang sama sekali tidak menggunakan sponsor. Kesimpulan cerita ini lahir dalam diskusi beberapa teman saat berada di Jakarta, kemudian seorang teman saya nyeletuk ketus, “The Fox memang Musang berbulu domba.”
Secara sederhana saja jika dibandingkan pada hasil Pileg kemarin dimana PD meraih kemenangan besar, artinya penurunan suara baik dari Partai Golkar maupun PDIP sudah merupakan ambang batas kejenuhan di mana suara ke dua partai itu sudah merupakan pemilih loyal yang tidak diragukan lagi tetap akan memilih Golkar dan PDIP. Dengan demikian jika pemilih Golkar saja yang memilih JK-Wiranto hasil terburuknya adalah minimal 15 %, demikian pula Mega hanya 14 %. Hasil ini memberi kesan bahwa hasil survey tersebut sangat dipaksakan hasilnya dengan rekayasa tertentu. Tujuan utamanya adalah membentuk opini (bandwagon) bahwa SBY menang di putara pertama. Tapi benarkah hasil ini bisa memberi efek demikian…? Secara hitungan kasar saja jika perbandingan persentase suara jawa-luar jawa = 75 % - 25 %, voter dengan sentimen emosional ke daerahan saja terhadap JK diwilayah sulawesi, Maluku, Ambon, NTB, Papua, Kaltim, Sumbar, Riau dan Kepri JK-Wiranto sudah mampu meraih suara 10 %, dan dengan figur Wiranto berdasarkan pengalaman Pilpres putaran pertama 2004 mampu meraih suara 26 %, perlu diingat bahwa figur Wiranto juga mempunyai sentimen emosional kedaerahan di wilayah Jateng dan Jogya, sehingga kondisi terburuk yang bisa dicapai pasangan ini di putaran pertama bisa mencapai 30%, apakah mungkin dengan sisa suara 70 % ini SBY akan mendapat suara 51% dan hanya menyisakan 19% buat Mega-Pro, tentu hasil ini imposible. Artinya SBY juga masih berpeluang untuk kalah di putaran pertama jika JK-Wiranto mampu meraih suara antara 30-35%. Yang jelas bahwa hampir bisa dipastikan kita masih akan mencontreng di bulan September nanti, dengan berdasarkan hasil analisis capaian terburuk itu.
Secara tersirat hasil kedua survey itu sebenarnya sudah menandakan bahwa jika putaran Pilpres terjadi dua putaran, baik The Fox maupun Tim Sukses SBY-Boediono sudah berkesimpulan bahwa mereka akan kalah diputaran kedua, karena dengan perpanjangan waktu ini aura kemenangan SBY semakin meredup dan akan hilang sama sekali. Pasalnya antara tanggal 8 Juli sampai menjelang 8 September 2009, apakah SBY-Boediono akan head to head dengan JK-Wiranto atau Mega-Pro, tim The Fox akan kewalahan menghadapi serangan black campaign dari dua arah yaitu para relawan pendukung fanatik JK-Wiranto dan Mega-Pro. Apakah nanti JK kalah, posisi Wapres yang disandangnya sampai Bulan Oktober (Incumbent), akan membuat para relawan pendukung fanatiknya semakin berani melakukan perlawanan all out melakukan serangan black campaign kepada SBY-Boediono dengan mengangkat berbagai issue.
Perlu diketahui bahwa pasca cerainya SBY-JK aspirasi massa pada opini pilihan pasangan JK-Prabowo sangat besar, dengan kekalahan JK, Prabowo juga memiliki sentimen emosional ke daerahan untuk menerima swing voter JK ke Prabowo karena Prabowo juga mantan kader Golkar. Prabowo yang memiliki pendukung fanatik di Sulawesi Utara merupakan arus positif yang bisa menarik pemilih di luar pulau Jawa. Faktor ini akan semakin kuat karena cerainya SBY-JK juga melahirkan kekecewaan bagi sebagaian besar pemilih, seperti wilayah Aceh yang kemungkinan besar pada putaran pertama JK-Wiranto akan menjadi pemenang di Aceh.
Sebagai contoh kecil saja di blog kompasiana ini, sejak ketiga pasangan ini jadi kontestan Pilpres, blogger pro penentang SBY-Boediono semakin berkembang jumlahnya setiap hari dan mereka seperti tidak pernah kehabisan bahan untuk menyerang SBY-Boediono, malahan selama 1 minggu terakhir para guests blogger kompasiana sendiri terkesan menurunkan tulisan dengan tuturan cantik nyaris tidak terdeteksi menyentil kelemahan SBY dan mengangkat kelebihan pasangan lain seperti tulisan Mas Wisnu “forkabi selamatkan pak beye”. Contoh kecil lain kepada yang saya hormati Bang FB pada mulanya begitu memuja-muja Boediono, saat ini selalu menampilkan tulisan yang mencerminkan sosok sejati idealisme Bang FB di dalam mengkritisi kebijakan para Capres. Penulis public blog kompasiana semisal Bocah nDeso dan Bocah Katrok yang selama ini hanya aktif sebagai penonton saja dengan komentar-komentar yang mereka suguhkan di setiap postingan, kini malah tampil dengan tulisan-tulisan pro penentang SBY. Fenomena ini akan semakin banyak jumlahnya jika putaran kedua Pilpres terjadi. Walau ini hanya di dunia maya, tapi mereka juga tidak mungkin, malah selama ini juga menggalang relawan di lapangan.
Aura semakin meredupnya kemenangan SBY juga nampak pada kesenangannya pada angka 9, ini nampak dari sample responden LSI dengan 2.999. Menurut para penganut mistik angka 9 hanya keramat pada satu angka 9 dan 2 angka 99, jika pergerakannya sampai melebihi dua kali misalnya 2.999, maka pergerakan ini melahirkan gesekan sehingga menjadi 666, secara mistik angka 666 adalah simbol syetan. Nah, bisa anda bayangkan jika sample responden juga dari awal sudah didesign sebesar 2.999, secara pribadi pada pengalaman-pengalaman saya dibidang survey sebagai tenaga enumerator, target responden selalu tidak tercapai sampai besaran 10% karena responden tidak berada ditempat, sementara pada sisi lain sesuai metode penentuan klasifikasi responden yang sudah ditetapkan tidak dengan mudah begitu saja untuk diganti. Untuk besaran responden saja sudah ditentukan, tentunya hasilnya pun sudah ada sebelum survey itu sendiri dilaksanakan, artinya hasil survey sudah diasumsikan secara deduktif, top down, dan survey dilakukan hanya diarahkan mencari dukungan hasil induktif untuk sampai pada asumsi deduktif, sehingga kesimpulannya juga sesuai dengan asumsi deduktif yang telah ditetapkan sebelumnya.
Aura semakin meredupnya kemenangan SBY dari awal juga sudah nampak pada saat deklarasi di sabuga, SBY tidak memakai lagi busana biru kebesaran Partai Demokrat, malah memakai stelan semi jas berwarna merah. Ini juga nampak jika kita mencermati baliho kampanye SBY-Boediono yang seragam seperti yang nampang di persimpangan Pancoran, ilustrasi gambar itu terlalu kontras, pewarnaan biru kurang tegas, kurang semangat dan nampak terkesan kurang Pede di pewarnaan sehingga seolah tidak nyambung dengan slogan “lanjutkan”. Anda bisa bandingkan dengan baliho SBY pada masa kampanye Pileg, goresan pewarnaan Birunya lebih tegas dan hidup. Sebabnya, slogan “lanjutkan” juga terasa sudah tidak nyambung lagi, SBY mau melanjutkan apa sementara tidak berpasangan lagi dengan JK. Slogan ini seperti menohok JK dari belakang, “JK mari kita lanjutkan, tapi tidak dengan kamu lagi.”. Sehingga juga tidak mengherankan SBY juga tersinggung dengan slogan JK, “Lebih Cepat Lebih Baik,” penafsiran SBY lamban dan peragu juga karena SBY sendiri menggiring penafsiran opini ke arah itu. Contoh kecil, jika kita mengatakan si A lebih bagus, bukan berarti kesimpulan finalnya yang lain lebih buruk. Tapi SBY ternyata memakai silogisme ini.
Kesimpulannya menjelang Pilpres putaran pertama aura kemenangan SBY semakin meredup, dan memasuki putaran kedua aura kemenangan itu telah sirna. Entah di ambil si brengose jilbab loro atau si tahi lalat cs jomblo. Yang jelas bukan lagi si bongsor si pembaca puisi yang kemayu. Wallahualam.
Salam Kompasiana Indonesia.
Tags: kalimasada
Share on Facebook Share on Twitter



Pilpres 2009 dan Rahasia Kemenangan SBY-Boediono

Oleh cakrawala619 - 9 Juli 2009 - Dibaca 1045 Kali -
Jauh-jauh hari sebelum PILPRES saya sudah yakin sepenuhnya bahwa SBY akan memenangkan kembali PILPRES 2009. Bukan karena kehebatan SBY dan Tim Suksesnya, tetapi karena ada dukungan dari AMERIKA SERIKAT (AS) terhadap SBY, sejak Pemilu 2004.
Dan saya sudah yakin sebelumnya bahwa SBY juga tidak akan memilih Hidayat Nurwahid (PKS) sebagai cawapresnya. Bukan karena Hidayat Nurwahid jelek atau tidak disukai SBY, tetapi karena SBY sadar sepenuhnya bahwa untuk mendapatkan dukungan dari AS maka perlu memilih cawapres yang disukai atau direkomendasikan oleh AS yaitu Sri Mulyani atau Budiono.
Memilih Hidayat Nurwahid yang berbasis partai Islam tentu saja tidak disukai oleh AS, dan dengan mudah SBY ditinggalkan atau dijatuhkan oleh AS dan sekutunya.
Banyak orang heran mengapa sejak tahun 2004 tiba-tiba SBY menjadi sedemikian popular dan mendapat tempat di hati rakyat?
Dan mengapa tahun 2004 dan 2009 ini suaranya begitu besar?
Apa jasa SBY yang terbesar sehingga rakyat Indonesia begitu memujanya?
Kalau memang AS berada dibalik kemenangan dan popularitas SBY, bagaimana cara kerjanya?
Itulah hebatnya konspirasi dari Negara-negara penjajah yang tidak tersentuh dan bekerja secara canggih.
Di dalam buku karya Bob Woodward yang berjudul “Perang Rahasia CIA 1981-1987″ ditemukan banyak bukti nyata yang menunjukkan peran Negara AS dan sekutunya dalam mempengaruhi seluruh Negara-negara di dunia. Mulai cara yang halus sampai dengan cara yang kasar, misalnya dari menskenario berita di media massa sampai mendanai pemberontakan dan pembunuhan terselubung.
Di dalam Pemilu 2009 ini, ada beberapa fakta yang bisa kita kumpulkan, dianalisa dan dirangkai sampai menemukan adanya kekuatan besar yang ikut bermain dibelakang SBY. Fakta-fakta ini bisa saja dianggap lemah dan tidak berdasar pada bukti yang nyata. Karena kalau mudah ditebak dan diungkap ke public, bukan teori konspirasi namanya.
Di tahun 2004, SBY tiba-tiba menjadi popular bukan karena dia hebat dan cerdas, atau bukan karena jasanya yang besar bagi Negara Indonesia tetapi karena HANYA di bilang kekanak-kanakan oleh Taufik Kiemas suami Megawati. Dan segera saja ada blow up dari media massa yang mengarah pada pencitraan bahwa SBY telah di didolimi/dianiaya oleh Megawati. Begitu kuatnya pemberitaan itu, sehingga SBY “tampak” seperti orang baik dan Megawati “tampak” seperti orang jahat. Dan rakyat kebanyakan secara umum mudah dipengaruhi oleh hal-hal kecil seperti ini. Siapa yang menskenario media massa Indonesia sehingga bisa semudah itu tergiring untuk mempahlawankan SBY hanya karena masalah sepele?
Di tahun 2004, juga di tahun 2009, Partai Demokrat tidak hanya memenangkan banyak suara di Indonesia, tetapi juga diluar negeri. Padahal tahun 2004 partai Demokrat adalah partai yang baru muncul. Ada semacam jaringan Intelligen yang sangat kuat yang ikut berkerja untuk memenangkan PD dan SBY. Dan tentu saja bukan jaringan inteligen dari Indonesia yang mampu melakukan hal-hal besar seperti itu. Dugaan saya adalah jaringan inteligen dari Negara penjajah pimpinan Amerika Serikat.
Coba lihat selama kampanye PILPRES 2009. Hampir tidak ada kejelekan atau kesalahan SBY yang ter blow up oleh media massa. Kalapun ada hanya muncul sebentar, lalu dengan cepat akan tertutup oleh isu-isu lain. Dan yang terpengaruh hanya sekelompok kecil rakyat Indonesia yang melek Informasi dan memiliki daya berpikir kritis. Bukan kebanyakan rakyat Indonesia yang jauh-jauh hari telah dipengaruhi atau dihegemoni akan kebaikan SBY. Atau kampanye sudah disetting sedemikian rupa untuk tidak mampu merubah pilihan rakyat.
SBY menang di quick count, dan tidak ada protes. Hebat bukan? Sekalipun ada kecurangan, yang bahkan kecurangan yang telah di ambil gambarnya oleh TV. Kenapa? Karena ada jaringan yang secara hebat bekerja dan mempengaruhi untuk tidak tercipta protes dan lain-lain. Yang jelas karena SBY didukung oleh AS. Berbeda dengan kejadian di Iran, ketika Ahmadinejad memenangkan PILPRES baru-baru ini. Tiba-tiba muncul isu kecurangan (yang tidak terbukti sama sekali) dan terjadi protes di mana-mana. Lalu, tiba-tiba ada seorang demonstran wanita yang tertembak. Lalu, CNN memberitakan berkali-kali selama hampir 4 jam tanpa putus, dan selama beberapa hari yang mampu mengarahkan opini dunia seakan Ahmadinejad yang menembak sendiri demonstran tersebut. Dan lihat juga, televisi di Indonesia yang juga turut menyiarkan secara berulang-ulang sampai beberapa hari. Bandingkan dengan pemberitaan tentang pembunuhan rakyat di Irak dan Afganistan oleh tantara AS yang hamper setiap hari terjadi. Yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang. Benar-benar mengerikan namun tidak pernah diberitakan. Sehingga rakyat di dunia menganggap Presiden Iran penjahat dan presiden Amerika adalah orang baik. Untunglah, rakyat Iran cukup solid dan tidak mudah diinfiltrasi dan diadu dmba lebih jauh.
Opini melalui media massa adalah salah satu alat yang paling utama di gunakan oleh AS dan sekutunya untuk terus menguasai dunia. Lihatlah Israel yang menjajah dan bertindak brutal dengan menembaki demonstran Palestina, bahkan menyerang rakyat tidak berdosa Palestina secara membabi buta. Namun, opini di dunia sanggung di setting atau di arahkan sedemikian rupa untuk menutup-nutupi kejahatan Israel di Palestina. Sekalipun secara resmi Badan Dunia telah menyatakan Israel telah melakukan kejahatan perang di Palestina. Bahkan, media massa bisa digiring ke opini bahwa kelompok Hamas lah yang bersalah. Luar biasa bukan?
Apakah benar media massa Indonesia semudah itu dipengaruhi pemberitaannya oleh agenda konspirasi global? Saya tidak tahu secara persis. Namun, coba pertanyaannya dibalik, sejauh manakah para pekerja media massa Indonesia menyadari sepenuhnya akan adanya teori konspirasi global tersebut? Mungkin kawan-kawan dari media massa yang paling berhak untuk menjawab secara jujur dan kritis masalah ini.
Kasus di Malalah Time di mana SBY ditempatkan sebagai 100 tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Setelah di chek berkali-kali, ternyata nama SBY tidak termasuk dari 100 tokoh tersebut, bahkan nama SBY tidak tercantum di daftar kandidatnya yang berjumlah 203 orang. Tetapi majalah Time, memuat foto 100 tokoh tersebut di sampul halaman, dan ada gambar SBY. Kok bisa ya? Begitukah cara salah satu mesin inteligen AS bekerja? Dan hebatnya, di Indonesia, ketokohan SBY di Majalah Time itu diiklankan diberbagai media massa. Anehnya, hamper tidak ada media massa yang mau mengulas kebohongan tersebut. Hanya sedikit sekali di metro TV yang pernah saya lihat ditengah malam hari.
Dana kampanye yang sangat besar dari ketiga capres Indonesia. Dari mana mereka mendapatkan, dan seberapa besar yang telah dikeluarkan? Dari tahun ke tahun, rakyat Indonesia tidak pernah benar-benar tahu karena masih lemahnya system keterbukaan terhadap keuangan di Indonesia. Dan ini adalah celah yang sangat mudah disusupi dipermainkan oleh orang luar yang memiliki kepentingan. Dan bisa saja, ketiga Capres mendapatkan dukungan dana dari luar. Tetapi, kita tidak pernah tahu dan tidak pernah terungkap.
Berbondong-bondongnya partai Islam berkoalisi dengan Partai Demokrat dan SBY, tentu bukan kejadian yang normal dan natural. Karena ada jaringan inteligen AS dan jaringannya di Indonesia yang ikut bermain. Coba kita pikirkan lagi secara mendalam, alasan apa sesungguhnya yang membuat partai-parti berbasis Islam sedemikian mudahnya bergabung dengan SBY? Apakah hanya murni masalah kekuasaan? Menurut saya tidak, karena sekalipun mereka memang juga rakus kekuasaan, tetapi ada ideology yang masih tersisa yang membuat mereka harusnya tidak semudah itu berkoalisi dengan SBY.
Dan berbagai fakta yang lain yang masih sangat banyak yang bisa kita temukan, yang kalau kita mau berpikir kritis dan mendalam akan benar-benar terungkap adanya AS dibalik PILPRES 2009.
Sehingga kemengan SBY bukan ditentukan oleh rakyat, tetapi ditentukan oleh Kekuatan Asing bernama Amerika Serikat dan sekutunya.
Intinya AS dan sekutunya bisa menaikkan atau menjatuhkan popularitas seseorang dalam waktu singkat dan secara sistematis tanpa rakyat kebanyakan menyadarinya. Bahasa kasarnya adalah kalau tiba-tiba secara tidak sengaja anda menginjak semut. Lalu semut itu mati karena anda. Lalu di blow up sedemikian rupa di media massa. Maka akan sanggup membuat orang yang melihatnya menjadi sangat kasihan kepada semut yang terinjak dan mati tersebut, dan kemudian menyalahkan anda sebagai orang yang tidak bertanggungjawab dan kejam karena telah membunuh semut.
Pertanyaan penting berikutnya adalah Tidak adakah orang-orang ditingkat elit dan orang pandai di Indonesia yang mengetahui hal ini?
Saya yakin sudah banyak yang tahu. Karena disamping orang-orang pintar, Indonesia juga memiliki intelegen Negara, yang sekalipun lemah tetapi cukup mampu untuk mengungkap adanya konspirasi ini.
Terus kenapa diam saja?
Ada beberapa hal menurut analisa saya :
Ada yang memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan. Bukannya untuk melawan infiltrasi dan pengaruh luar atau kontra inteligen. Dan biasanya dimiliki oleh orang yang bermental antek atau begundal penjajah, haus kekuasaan dan tidak peduli pada nasib rakyat dan bangsa Indonesia. Sekalipun di media, mereka tampaknya sangat peduli dan memikirkan rakyat.
Ada yang mencoba untuk melawan dan mengajak rakyat Indonesia untuk mampu melawan agenda AS dan sekutunya (penjajah), namun karena tidak kuat oleh serangan balik para penjajah, lalu menjadi putus asa. Mereka biasanya dicitrakan buruk oleh media massa dan tidak disukai oleh rakyat.
Ada yang mencoba untuk melawan tetapi dengan setengah hati. Karena memiliki kepentingan lain, dan takut kepentingannya dihancurkan oleh AS & Sekutunya. Mereka secara perlahan-lahan kemudian disingkirkan oleh para penjajah dari pentas atau arena kekuasaan.
Ada yang masih berjiwa muda saat ini, yang sedang membangun konsolidasi gerakan untuk melawan agenda penjajahan. Berjuang menyadarkan rakyat untuk bangkit dan sadar sepenuhnya bahwa Indonesia masih terjajah. Dan pada suatu saat nanti mampu melawan, membebaskan Indonesia dari penjajahan dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang maju, bangsa yang besar dan bermartabat.
Evo Morales presiden Bolivia, adalah salah satu contoh pemimpin yang tidak disukai oleh AS dan sekutunya, namun akhirnya mampu memenangkan pemilihan presiden. Dan sekarang Bolivia menjadi lebih maju. Evo Morales telah menasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak multinasional miliknya para penjajah. Sehingga di media massa jaringan milik AS dan sekutunya selalu mencitrakan Evo Morales dan Bolivia secara buruk. Dan begitulah memang maunya AS & Sekutunya, yang akan berjuang dengan segala cara untuk mengganggu rakyat Bolivia dan menggulingkan Evo Morales.
Sukarno digulingkan bukan oleh Suharto, tetapi oleh kekauatan besar seperti AS. Suharto hanyalah bagian dari alat penjajah. Suharto bisa menggulingkan Sukarno dan menghilangkan pengaruh Sukarno di mata rakyat karena dukungan yang luar biasa besar dari AS. Data-data tentang hal ini sudah mudah kita dapatkan di buku-buku yang bercerita tentang peran CIA dalam penggulingan Sukarno.
Kalau Negara lain bisa, seperti Cina, Iran dan Bolivia, mengapa Indonesia tidak?
AS dan sukutunya sebenarnya sudah mulai berkurang kekuatannya, karena semakin banyaknya Negara yang kaya sumber daya alam yang bangkit melawan penjajahan seperti Iran dan Bolivia. Juga Negara yang banyak penduduknya seperti Cina. Sehingga terjadilah Krisis keuangan dinegara penjajah tersebut. Sehingga saat ini adalah saat yang tepat bagi kita rakyat Indonesia untuk mulai bangkit dan melawan agenda-agenda penjajahan. Salah satunya adalah melawan neoliberalisme.
Karena kekayaan AS dan sekutunya di dapatkan dari eksploitasi sumber daya alam dan rakyat dari Negara jajahannya seperti Indonesia. Seperti Belanda yang menjadi kaya dan maju karena menjajah Indonesia selama 350 tahun.
Tags: agenda as, kecurangan pilpres, konspirasi pilpres, Neoliberalisme, pemerintah neo liberal, pilpres 2009, rahasia kemenangan sby-budiono
Share on Facebook Share on Twitter
31 tanggapan untuk “Pilpres 2009 dan Rahasia Kemenangan SBY-Boediono”
1. Andalusia,
— 9 Juli 2009 jam 2:48 pm
Mas/Mbak, sudah kalah kok masih terus saja menyebar fitnah. Saya tanya sekarang, apa sih kepentingan AS thd Indonesia? Dari sudut pandang geopolitik, posisi Indonesia sudah tidak strategis sejak lenyapnya perang dingin. Untuk menjembatani hubungan AS dan kaum muslimin saja mereka memilih Mesir dari pada Indonesia. Mereka tahu walaupun banyak, muslim Indonesia cukup moderat. Berbeda dgn Timur Tengah, khususnya muslim Arab Saudi. Lokasi Indonesia juga tidak strategis untuk menyerang sekutu mereka, Israel. Jadi apa kepentingan AS secara geopolitik?
Dari sudut kekayaan alam, Indonesia memang kekayaannya beragam, tetapi nilainya kecil bila dibandingkan minyak Timur Tengah atau pertambangan di Australia dan Canada.
Dari sudut perdagangan internasional, trade balance Indonesia tidak ada apa2nya dibandingkan antara AS dan China. Bahkan dgn Malaysia saja perdagangan AS lebih besar daripada dengan Indonesia. Itupun ekspor kita jauh lebih besar dari pada impor kita. Silakan lihat di statistik BPS.
Demikian juga dgn investasi. Investasi AS itu terbesar di Eropa. Di antara berbagai negara, investasi AS di Indonesia pun bukan yg terbesar. Masih banyak negara yg lebih besar investasinya. Lalu apa keuntungan AS?
Mari sama2 berpikir dengan jernih. Jangan hanya mengandalkan emosi semata dan GOSIP.
Salam.